Dr. Argen Kunjungi Makam Sunan Gunung Jati

KARAWANG – Belum lengkap rasanya ketika mengunjungi Cirebon tanpa berziarah ke makam Sunan Gunung Jati. Pasalnya, komplek pemakaman Astana Gunung Jati yang berjarak 7 Kilometer dari Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman itu, sudah menjadi magnet terbesar destinasi wisata religi di Kota Cirebon. Karenanya, makam Sunan Gunung Jati tidak pernah sepi pengunjung setiap harinya, meskipun peziarah hanya diperkenankan mendoakan dari depan pintu dan luar tembok untuk Sunan Gunung Jati. Pasalnya, Maqbaroh Pendiri Kerajaan Islam di Jawa Barat itu hanya boleh dimasuki oleh Keluarga Keraton Cirebon dan Keturunannya.

Dr. Argen R.S. Rombot mengungkapkan, bahwa ia baru pertama kali mengunjungi komplek pemakaman Sunan Gunung Jati. Setelah sebelumnya banyak melakukan diskusi dengan para sesepuh dan tokoh masyarakat di Karawang, akhirnya Caleg asal Partai NasDem untuk Dapil 4 itu memutuskan untuk berziarah ke Makam Syeikh Sayrief Hidayatullah. Hal tersebut dilakukan dalam rangka napak tilas menelusuri benang merah sejarah peradaban Agama Islam di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Karawang.

“Alhamdulillah, bersama keluarga Keraton Cirebon, saya bisa diijinkan sampai ke pintu sembilan, yaitu sampai ke Makam Syeikh Syarief Hidayatullah atau Kanjeng Sinuwun Sunan Gunung Jati, terlebih bisa melihat langsung makam tokoh penyebar Agama Islam di Tanah Jawa tersebut, yang konon hanya dalam tempo 50 tahun. Padahal sebelumnya para penyebar Agama Islam mengalami kesulitan sekitar 500 tahun. Ini artinya, cara dakwah Sunan Gunung Jati mudah diterima oleh kultur budaya Sunda dan Jawa. Karena Beliau berdakwah dengan cara yang mudah diterima oleh masyarakat Jawa Barat,” ujarnya kepada Fakta Jabar, Jumat (7/12).

Dr. Argen menambahkan, bukan hanya mempertahankan cagar budayanya saja tetapi jejak peleburan budaya di Cirebon yang sudah terjadi di masa Sunan Gunung Jati pun masih terpelihara hingga kini. Jejak-jejak itu nampak pada arsitektur perpaduan Jawa, China, India dan Timur Tengah. Seperti yang terlihat pada atap limas bangunan Masjid atau pagar yang berbentuk punden berundak-undak, itu merupakan budaya Jawa-India. Pada dinding dan pagar berbentuk punden berundak-undak tersebut tertempel keramik-keramik China kuno dan di sejumlah tempat terdapat ukiran kaligrafi yang merupakan seni menulis dari Timur Tengah.

“Di Karawang, saya dengan para tokoh dan warga di Dapil 4 yang meliputi Kecamatan Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon, Lemahabang, Tempuran, Telagasari, menginginkan jejak-jejak peninggalan sejarah peradaban Agama Islam yang ada wilayah kami itu bisa dilestarikan dan dijadikan cagar budaya yang kemudian dikelola dengan baik sehingga menjadi destinasi wisata ziarah seperti di Cirebon, dan tentunya menjadi penopang ekonomi kerakyatan,” pungkasnya. (lil)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Punya Utang ke Pinjol? Baznas Bisa Bantu Melunasi, Baca Selengkapnya

Karawang – Dua lembaga yang ada di Indonesia yaitu Badan ...