Tata Cara Tata Cara Tasyahud Awal Dalam Shalat

FAKTAJABAR.CO.ID – Pada rakaat kedua, setelah sujud kedua, disyariatkan untuk duduk tasyahud awal dan membaca doa tasyahud awal. Duduk tasyahud awal dan doanya, keduanya hukumnya wajib. Ini adalah pendapat Hanaifyah, Hanabilah, salah satu pendapat imam Malik dan juga imam Asy Syafi’i, dikuatkan juga oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin.

Diantara dalil akan wajibnya, dari Abdullah bin Buhainah ia mengatakan,

أنَّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم صلَّى بهم الظُّهرَ، فقام في الرَّكعتينِ الأُوليَيْنِ، لم يجلِسْ، فقام النَّاسُ معه، حتَّى إذا قضى الصَّلاةَ، وانتظَرَ النَّاسُ تسليمَه،كبَّرَ وهو جالسٌ، فسجَد سجدتينِ قبْلَ أنْ يُسلِّمَ، ثم سلَّمَ

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengimami para sahabat. Beliau shalat di dua rakaat pertama tanpa duduk (tasyahud awal). Maka orang-orang pun ikut berdiri (tidak tasyahud awal). Sampai ketika shalat hampir selesai, orang-orang menunggu beliau salam, namun ternyata beliau bertakbir dalam keadaan duduk, lalu sujud dua kali sujud sebelum salam. Kemudian setelah itu baru salam” (HR. Bukhari no. 829, Muslim no. 570).

Hadits ini menceritakan tentang Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam lupa mengerjakan tasyahud awal, sehingga beliau melakukan sujud sahwi. Maka ini menunjukkan bahwa tasyahud awal adalah kewajiban, yang jika ditinggalkan maka ada kewajiban sujud sahwi.

Kemudian juga hadits dari Rifa’ah bin Rafi radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إذا أنتَ قُمْتَ في صلاتِكَ، فكبِّرِ اللهَ تعالى، ثم اقرَأْ ما تيسَّرَ عليك مِن القُرآنِ، وقال فيه: فإذا جلَسْتَ في وسَطِ الصَّلاةِ، فاطمئِنَّ وافتَرِشْ فخِذَك اليُسرى، ثم تشهَّدْ، ثم إذا قُمْتَ فمِثْلَ ذلك حتَّى تفرُغَ مِن صلاتِكَ

“Jika engkau berdiri untuk shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Al Qur’an yang engkau mampui“. Kemudian Nabi juga bersabda di dalamnya: “jika engkau duduk di tengah shalat, maka duduklah dengan tuma’ninah dan bentangkanlah pahamu yang sebelah kiri, kemudian tasyahud-lah. Kemudian jika engkau berdiri lagi (untuk rakaat ke-3) maka semisal itu juga sampai selesai shalat” (HR. Abu Daud no. 860, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Dalam hadits ini Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk tasyahud awal. Menunjukkan hukumnya wajib.

Cara Duduk Tasyahud Awal
Cara duduk tasyahud awal adalah dengan duduk iftirasy, sama seperti duduk di antara dua sujud, yaitu telapak kaki kiri dibentangkan dan diduduki, kemudian telapak kaki kanan ditegakkan. Dalam hadits al musi’ shalatuhu’ di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَإِذَا جَلَسْتَ فِي وَسَطِ الصَّلَاةِ فَاطْمَئِنَّ، وَافْتَرِشْ فَخِذَكَ الْيُسْرَى ثُمَّ تَشَهَّدْ

“Jika kamu duduk di tengah shalat (tasyahud awal), duduklah dengan tuma’ninah, bentangkan pahamu yang kiri, kemudian bertasyahud-lah” (HR. Abu Daud no. 860, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Juga termasuk keumuman hadits Abu Humaid As Sa’idi radhiallahu’anhu beliau berkata:

فإذا جلس في الركعتين جلس على رجلٌه اليسرى، ونصب اليمنى، وإذا جلس في الركعة الآخرة، قدم رجلٌه اليسرى، ونصب الأخرى، وقعد على مقعدته

“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika duduk dalam shalat di dua rakaat pertama beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanan. Jika beliau duduk di rakaat terakhir, beliau mengeluarkan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya dan duduk di atas lantai”(HR. Bukhari no. 828 dan Muslim no. 226).

Dalam riwayat lain:

ثُمَّ ثَنَى رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَقَعَدَ عَلَيْهَا ثُمَّ اعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِى مَوْضِعِهِ مُعْتَدِلاً ثُمَّ أَهْوَى سَاجِدًا

“Kemudian kaki kiri ditekuk dan diduduki. Kemudian badan kembali diluruskan hingga setiap anggota tubuh kembali pada tempatnya. Lalu turun sujud kembali”(HR. Tirmidzi no. 304. At Tirmidzi mengatakan: “hasan shahih”).

Ketika duduk tasyahud tangan kanan berada di atas paha atau lutut kanan, dan tangan kiri di atas paha atau lutut kiri dengan posisi telapak tangan membentang, dan jari-jari menghadap kiblat. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma, ia berkata:

كان إذا جلَس في الصلاةِ ، وضَع كفَّه اليُمنى على فخِذِه اليُمنى . وقبَض أصابعَه كلَّها . وأشار بإصبَعِه التي تلي الإبهامَ . ووضَع كفَّه اليُسرى على فخِذِه اليُسرى

“Jika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam duduk (tasyahud), beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas pahanya yang kanan. Kemudian menggenggam semua jari tangan kanannya, kemudian berisyarat dengan jari telunjuk yang ada di sebelah jempol. Dan beliau meletakkan tangan kirinya di atas paha kiri” (HR. Muslim no. 580).

Kemudian dari Wail bin Hujr radhiallahu’anhu, ia berkata:

ثمَّ قعدَ وافترشَ رجلَهُ اليسرى ووضعَ كفِّهِ اليُسرى على فخذِهِ ورُكبتِهِ اليُسرى وجعلَ حدَّ مرفقِهِ الأيمنِ على فخذِهِ اليُمنى ثمَّ قبضَ اثنتينِ من أصابعِهِ وحلَّقَ حلقةً ثمَّ رفعَ إصبعَهُ

“… kemudian beliau duduk dan membentangkan kaki kirinya. Beliau meletakkan tangan kiri di atas paha dan lutut kirinya. Dan memposisikan siku kanannya di atas paha kanannya. Kemudian beliau menggenggam dua jarinya (kelingking dan jari manis), dan membentuk lingkaran dengan dua jarinya (jempol dan jari tengah) dan berisyarat dengan jari telunjuknya” (HR. An Nasai no. 888, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasai).

Kemudian posisi siku sejajar dengan paha dan diletakkan di atas paha, sebagaimana dalam hadits Wail bin Hujr radhiallahu’anhu.

Isyarat Telunjuk Ke Arah Kiblat
Dari hadits Ibnu Umar dan Wail bin Hujr radhiallahu’anhuma di atas, kita ketahui ada dua cara berisyarat dengan tangan kanan ketika tasyahud:

Menggenggam semua jari kecuali jari telunjuk yang mengarah ke kiblat, sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar
Menggenggam jari kelingking dan jari manis, membentuk lingkaran dengan jari tengah dan jempol, dan jari telunjuk berisyarat ke kiblat.
Ketika tasyahud, jari telunjuk tangan kanan berisyarat ke arah kiblat dan pandangan mata ke arah jari telunjuk tersebut. Ini disebutkan oleh beberapa hadits di atas dan juga dalam riwayat lain dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma:

وأشار بأُصبُعِه الَّتي تلي الإبهامَ إلى القِبْلةِ ورمى ببصرِه إليها

“… beliau berisyarat dengan jari telunjuknya yang ada di sebelah jempol, ke arah kiblat, dan memandang jari tersebut” (HR. Ibnu Hibban no. 1947, dishahihkan Al Albani dalam Ashl Sifati Shalatin Nabi [3/838]).

Para ulama khilaf mengenai kapan mulai berisyarat dengan jari telunjuk dalam beberapa pendapat:

Hanafiyah berpendapat bahwa dimulai sejak ucapan “laailaaha illallah”
Malikiyyah berpendapat bahwa dimulai sejak awal tasyahud hingga akhir
Syafi’iyyah berpendapat bahwa dimulai sejak “illallah”
Hanabilah berpendapat bahwa dimulai sejak ada kata “Allah”
Bila kita melihat riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma berikut:

أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ، كان إذا قعَد في التشَهُّدِ وضَع يدَه اليُسرى على رُكبتِه اليُسرى . ووضَع يدَه اليُمنى على رُكبتِه اليُمنى . وعقَد ثلاثةً وخمسينَ . وأشار بالسبابةِ

“Jika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam duduk untuk tasyahud, beliau meletakkan telapak tangan kirinya di atas lutut kirinya. Dan beliau meletakkan tangan kanannya di lutut kanannya. Dan jarinya membentuk lima puluh tiga, sedangkan telunjuknya berisyarat ke kiblat” (HR. Muslim no. 580).

Disebut di siniإذا قعَد في التشَهُّدِ (jika beliau duduk untuk tasyahud), menunjukkan bahwa isyarat jari telunjuk dimulai ketika awal tasyahud. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:

السنة أن تشير بالسبابة، يقيم السبابة من أول الجلوس في التحيات، التشهد الأول والأخير

“Yang sesuai sunnah dalam berisyarat dengan telunjuk itu, mengacungkan jari telunjuk sejak mulai duduk tasyahud awal dan akhir” (Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/13521).

Bacaan Doa Tasyahud

Ada tiga macam bacaan tasyahud yang shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

Bacaan pertama

Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu,

كنا نقولُ: التَّحية في الصلاةِ، ونسمِّي، ويسلِّم بعضُنا على بعض، فسمعه رسول الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فقال: قولوا: التَّحياتُ لله والصلواتُ والطيبات، السَّلام عليك أيُّها النبيُّ ورحمة الله وبركاته، السَّلام علينا وعلى عبادِ الله الصالحين، أشهدُ أن لا إله إلا الله، وأشهدُ أنَّ محمدًا عبدُه ورسولُه

“Dahulu kami membaca tahiyyah dalam shalat, menyebut nama Allah kemudian mengucapkan salam satu sama lain. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun mendengar hal tersebut lalu beliau mengatakan: Ucapkahlah /at tahiyyaatu lillaah was shalawaatu wat thayyibaat as salaamu ‘alaika ayyuhannabiyyu warahmatullah wabarakaatuh, as salaamu ‘alainaa wa ‘ala ibaadillahis shaalihiin, asy-hadu an laailaaha illallah, wa asy-hadu anna muhammadan abduhu wara suluh/ (Segala ucapan selamat, shalawat, dan kebaikan hanya milik Allah. Mudah-mudahan shalawat serta salam terlimpahkan kepadamu wahai engkau wahai Nabi beserta rahmat Allah dan barakah-Nya. Mudah-mudahan shalawat dan salam terlimpahkan pula kepada kami dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba-Nya dan utusan-Nya)” (HR. Bukhari no. 1202, Muslim no. 402).

Baca Juga: Para Salaf Masih Bersemangat Beragama Walaupun Menjelang Kematian

Bacaan kedua

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:

ان رسول الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يعلمنا التشهد كما يعلمنا السورة من القرآن فكان يقول: ((التحياتُ المباركات، الصلواتُ الطيِّبات لله، السَّلام عليك أيُّها النبيُّ ورحمة الله وبركاتُه، السَّلام علينا وعلى عبادِ الله الصالحين، أشهدُ أن لا إله إلا الله، وأشهدُ أنَّ محمدًا رسولُ الله))

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan kepada kami bacaan tasyahud sebagaimana mengajarkan bacaan surat dalam Al Qur’an, beliau mengucapkan: At tahiyyaatu lillaah, wash shalawaatu wath thayyibaat. Assalaamu’alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wa barakaatuh. As salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shaalihiin. Asyhadu al laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh (Segala ucapan selamat, shalawat, dan kebaikan hanya milik Allah. Mudah-mudahan shalawat dan salam terlimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan barakah-Nya. Mudah-mudahan shalawat dan salam terlimpah pula kepada kami dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba-Nya dan utusan-Nya)” (HR. Muslim no. 403).

Bacaan ketiga

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

وإذا كان عندَ القعدةِ فليكنْ مِن أوَّل قولِ أحدِكم: التحياتُ الطيباتُ الصَّلوات لله السَّلام عليك أيُّها النبيُّ ورحمة الله وبركاتُه، السَّلام علينا وعلى عبادِ الله الصالحين، أشهد أن لا إله إلا الله، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله

“Jika kalian duduk (tasyahud) dalam shalat, hendaknya yang pertama kali kalian baca adalah: at tahiyyat at thayyibat ash shalawaat lillah as salaamu ‘alaika ayyuhannabiyyu wa rahmatullah wabarakatuh, as salaamu ‘alaina wa ‘alaa ibaadillahish shalihin. asy-hadu an laa ilaaha illallah wa asy-hadu anna muhammadan rasuulullah (Segala penghormatan, kebaikan dan shalawat hanya milik Allah. Mudah-mudahan salam terlimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan barakah-Nya. Mudah-mudahan salam terlimpah pula kepada kami dan kepada seluruh hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba-Nya dan utusan-Nya)” (HR. Muslim no. 404).

Apakah Menggerak-gerakkan Jari Telunjuk?
Dalam hadits Wail bin Hujr radhiallahu’anhu, ia berkata:

ثمَّ قعدَ وافترشَ رجلَهُ اليسرى ووضعَ كفِّهِ اليُسرى على فخذِهِ ورُكبتِهِ اليُسرى وجعلَ حدَّ مرفقِهِ الأيمنِ على فخذِهِ اليُمنى ثمَّ قبضَ اثنتينِ من أصابعِهِ وحلَّقَ حلقةً ثمَّ رفعَ إصبعَهُ فرأيته يحركها يدعو بها

“… kemudian beliau duduk dan membentangkan kaki kirinya. Beliau meletakkan tangan kiri di atas paha dan lutut kirinya. Dan memposisikan siku kanannya di atas paha kanannya. Kemudian beliau menggenggam dua jarinya (kelingking dan jari manis), dan membentuk lingkaran dengan dua jarinya (jempol dan jari tengah) dan berisyarat dengan jari telunjuknya dan aku melihat beliau menggerak-gerakkan telunjuknya ketika berdoa” (HR. An Nasai no. 888, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasai).

Sehingga sebagian ulama mengatakan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan ketika tasyahud.

Namun tambahan di akhir hadits, yaitu:

فرأيته يحركها يدعو بها

“…dan aku melihat beliau menggerak-gerakkan telunjuknya ketika berdoa”

Ini diperselisihkan oleh para ulama apakah shahih atau tidak. Karena tambahan ini hanya terdapat dalam riwayat dari perawi bernama Zaidah bin Qudamah dari Ashim bin Kulaib. Padahal ada kurang lebih 12 perawi lain yang tsiqah yang meriwayatkan dari Ashim bin Kulaib tanpa tambahan tersebut. Yang rajih, wallahu a’lam, tambahan tersebut adalah tambahan yang syadz sehingga statusnya dha’if (lemah). Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i mengatakan tentang hadits Wail bin Hujr ini:

ظاهره أنه حسن ، ولكن فيه لفظة شاذة وهي ذكر تحريك الإصبع

“zahirnya hadits ini hasan, namun terdapat lafadz yang syadz yaitu penyebutan menggerak-gerakkan telunjuk” (Al Ahadits Al Mu’allah, 389).

Syaikh Syu’aib Al Arnauth juga mengatakan:

إسناده صحيح وقوله: “فرأيته يحركها يدعو بها” لفظة شاذة

“Sanad hadits ini shahih namun tambahan [dan aku melihat beliau menggerak-gerakkan telunjuknya ketika berdoa] ini lafadz yang syadz” (Takhrij Sunan Abi Daud, 2/233).

Sehingga yang rajih, tidak perlu menggerak-gerakkan jari telunjuk ketika tasyahud.

Namun tentunya ini masalah khilafiyah ijtihadiyyah di antara para ulama, kita bersikap longgar terhadap pendapat yang menyatakan disyariatkan menggerak-gerakkan jari telunjuk ketika tasyahud. Diantara yang menguatkan tambahan tersebut adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah. (*)

Sumber: muslim.or.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Kisah Pedagang Bakso Keliling Kini Berhasil Mendirikan Pondok Pesantren

Karawang – Amo Zakaria seorang pedagang bakso berhasil mendirikan pondok ...