Sekolah Ramah Anak Sebagai Bentuk Pemenuhan Perlindungan Anak

Penulis: Agus Setiawan (Praktisi Pendidikan)

Sekolah sebagai pelaksana proses pendidikan harus memiliki budaya ramah dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan pendidikan. Berbagai berita kekerasan di sekolah sering terjadi pada siswa akhir-akhir ini, dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah tingkat menengah. Kekerasan dilakukan oleh siswa kepada siswa, siswa kepada guru, guru kepada siswa dan orang tua kepada guru.

Berangkat dari berbagai permasalahan kekerasan dan konflik yang diterima peserta didik di sekolah, maka perlu dikembangkan program sekolah ramah anak. Program ini bertujuan memberikan perlindungan pada diri peserta didik sebagai anak di sekolah dengan mengutamakan hak-hak anak yang meliputi hak hidup, hal tumbuh berkembang, hak perlindungan dan hak mendapat pendidikan.

Peserta didik sebagai anak harus terlindungi menjadi manusia yang membutuhkan pendidikan secara manusiawi.

Mengangkat tema “Pentingnya Sekolah Ramah Anak sebagai bentuk pemenuhan dan perlindungan anak”, menjadi topik hangan dibahas belakangan ini. Banyak daerah yang berlomba mengumumkan bahwa daerahnya mendukung dan menjalankan program ini. Kabupaten Karawang salah satunya yang telah mendeklarasikan sebagai Kabupaten layak anak yang dimulai dengan membentuk komitmen bersama dari tiap sekolah.

Pesatnya era globalisasi saat ini menuntut peserta didik untuk dapat berpikir kreatif, kritis dan peduli. Hal itu dapat ditumbuh kembangkan apabila suasana belajar dan proses pembelajaran di sekolah dilakukan dengan profesional dan sesuai dengan karakteristik anak. Untuk itulah dibentuk sekolah yang ramah pada anak atau sering disebut dengan Sekolah Ramah Anak (SRA).

Sekolah Ramah Anak didefinisikan sebagai sekolah yang mampu menjamin pemenuhan hak anak dalam proses belajar mengajar yang aman, nyaman, bebas dari kekerasan dan diskriminasi, serta menciptakan ruang bagi anak untuk belajar berinteraksi, berpartisipasi, bekerja sama, menghargai keberagaman, toleransi dan perdamaian.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011, sebuah sekolah dapat disebut Sekolah ramah Anak bila memenuhi minimal kriteria, diantaranya punya kebijakan anti kekerasan (sesama siswa, tenaga pendidik dan kependidikan, termasuk pegawai sekolah lainnya). memiliki Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Lingkungan sekolah yang bersih dan sehat. Menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Sekolah Adiwiyata, Siswa terlibat atau dilibatkan dalam pembuatan kebijakan sekolah.

Program Sekolah Ramah Anak ini ‘baru’, terlihat pada penekanan hak anak untuk terlindungi dari kekerasan dan dihargai pendapatnya. Sekolah ramah anak bukan berari memberikan kebebasan pada sang anak, tetapi ada kedisiplinan yang harus diterapkan. hal ini tercermin juga dari komponen sekolah ramah anak yang menyebutkan penggunaan disiplin positif dalam proses belajar dan partisipasi anak. Prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah ramah anak yang harus diterapkan, diantaranya sekolah dituntuk mampu menjadi media pembelajaran bagi siswa. Tidak hanya sekedar tempat belajar, tetapi wadah yang menyenangkan bagi anak.

Tentunya menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi para pendidik untuk meninggalkan ‘tradisi’ mendisiplinkan siswa dengan cara memarahi, mencubit atau bahkan menampar. Ini baru satu contoh kecil tentang kekerasan yang bisa terjadi dari interaksi pendidik dengan siswa. Sekolah Ramah Anak tentu tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, dinas terkait dan sekolah saja. masyarakat juga harus berperan aktif dalam program yang bertujuan baik ini melalui berbagai cara seperti mengkritisi, ikut mengawasi proses pelaksanaannya, membuat inisiatif baru dan beragam cara lainnya.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Anak Penderita Stunting di Karawang Meninggal Dunia

Karawang – Seorang anak berusia 3 tahun berinisial Y yang ...