Dibalik Layar Cerita Gua Lele Tanah Beureum

KARAWANG – Gua Cilele di Kampung Tanah Beureum, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang memang menarik bagi kalangan pencinta alam untuk melakukan penyusuran. Selain tempatnya dipenuhi pepohonan rindang serta pohon bambu yang menyelimuti sekitar Gua. Bahkan Gua itu juga memiliki suatu cerita di kalangan masyarakat setempat.

Kenapa Disebut Gua Cilele? menurut Mang Ojos (32), warga lingkungan setempat menyebutkan, di dalam Gua Cilele terdapat saluran air yang menyambung ke Sungai Cibeet. Dalam saluran air itu terdapat banyak ikan jenis Lele. Sehingga dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Gua Lele.
“Banyak ikan Lele disaluran air Gua. Makanya oleh warga jadi biasa dipanggil Gua Lele,” kata Mang Ojos lewat ponsel selular, Selasa (23/12/2019).

Ia menjelaskan, Gua Cilele jarang dijamah masyarakat umum. Terkecuali kalangan tertentu saja, karena masuk Gua cukup sempit. Pihaknya mengaku sering ke Gua itu dengan comunitas lainnya dimusim kemarau.
“Kalau musim penghujan gini tidak berani saya masuk, karena bahaya. Jangankan bagi pemula, yang sering saja ngeri kalau musim hujan seperti ini. Cukup bahaya,” katanya.

Gua Cilele ini memang punya cerita sendiri bagi masyarakat. Pihaknya tiap kali mau masuk Gua itu selalu berdo’a agar diberikan ke selamatan. “Cerita mistik sih selalu ada, apalagi yang namanya di hutan dan pegunungan. Intinya jangan lupa berdo’a tiap melakukan aktifitas,” cerita Mang Ojos.

Cerita Antara Mapalaska dan Gua Cilele

Robin Berlin Sibarani, adalah senior di organisasi pencinta alam Unsika. Ia memiliki pengalaman cukup luas tentang Mapalaska. Dalam tulisannya di media sosial Facebook, Robin bercerita anatara Mapalaska dan Gua Cilele. Menurut Robin, mendengar nama Gua Cilele sebenarnya bukan hal yang asing lagi bagi dia dan Mapalaska. Sebab Gua yang memiliki kedalaman kurang lebih 200 meter tersebut sebenarnya sudah sangat akrab dengan Mapalaska dalam melakukan penelusuran Gua (Caving) di wilayah Desa Tamansari Kabupaten Karawang.

“Menelusuri Gua Cilele sudah kami lakukan dari tahun 1990’an. Bukan sekali dua kali kami melakukan penelusuran di Gua tersebut, bahkan mungkin uda ratusan kali. Sehingga setiap detail dan seluk beluk Gua tersebut kami sudah sangat akrab,” cerita Robin.

Hanya saja dengan kejadian Minggu (22/12/2012) membuat pihaknya terhentak. Karena 3 anggota Mapalaska harus merenggangkan nyawa akibat diterjang air bah yang berasal dari sela-sela dinding dan luapan air sungai bawah tanah dari Gua tersebut.

“Memang melakukan penelusuran Gua disaat musim hujan adalah hal yang sangat dilarang. Karena Gua itu sendiri terbentuk akibat jalur dan aliran air yang terbentuk selama ratusan tahun,” kata Robin.

Namun baginya Gua Cilele sebenarnya masih tergolong Gua yang aman untuk ditelusuri disaat musim hujan sekalipun. Sebab dari beberapa kali penelusuran di Gua tersebut sering juga dilakukan dimusim hujan.

“Tapi entah apa yang terjadi pada Gua Cilele kali ini. Air bah yang datang secara tiba-tiba tersebut seakan menyadarkan kami bahwa Gua di Karawang sudah tidak bersahabat lagi,” tambah Robin, melanjutkan cerita.

Mungkin salah satu penyebabnya karena maraknya penambangan batu kapur yang secara masif membuat lokasi tersebut yang dulunya cukup asri dan rimbun kini sudah gundul dan gersang.

Dari sekitar 30-an lebih Gua yang ada di Karawang memang banyak yang tidak layak untuk disusurin disaat musim hujan. Selain medannya yang cukup ekstrem juga Gua tersebut memang menjadi salah satu jalur utama bagi air disaat musim penghujan.

“Tapi untuk Gua Cilele sendiri masih tergolong aman, medannya sendiri mungkin bagi beberapa penggiat Caving tidak terlalu sulit. Dan Gua Cilele sendiri sebenarnya menjadi salah satu Gua favorit bagi kami dalam belajar dan mengenal langsung akan dunia bawah tanah tersebut. Sehingga keberadaan Gua Cilele sudah sangat akrab dengan kami,” jelasnya.

Namun lagi-lagi yang namanya musibah, bencana dan takdir tidak mengetahuinya. Jangankan dalam melakukan kegiatan ekstrem seperti caving, rock climbing, mountenering, arung jeram, dan sebagainua seperti yang ia sering lakukan. Disaat santai bahkan tidur dirumah pun saat takdir memanggil pasti akan terjadi.

“Sebab alam tidak bisa ditebak, tidak bisa diduga. Karena melalui alam lah kami jadi lebih mengenal akan kebesaran Tuhan. Manusia hanya punya rencana dan kemauan, tapi takdir tetap ada di tangan yang kuasa,” ungkapnya.

Cerita Insiden Mahasiswa Mapala Terjebak di Gua Lele

Insiden mahasiswa Mapala Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) yang menyebabkan tiga orang meninggal, diawali dengan kegiatan caving atau susur gua di Kampung Tanah Beureum, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Karawang.

Ketua Adat Mapala Unsika Wido Arya Ritaldi, kepada wartawan menuturkan, awalnya ada permintaan dari mahasiswa Polibisnis Purwakarta untuk berbagi ilmu soal susur gua.

Pihak Mapala Unsika mengiyakan permintaan itu. Dari situ, berangkatlah 15 mahasiswa yang terdiri dari sembilan mahasiswa Unsika dan enam mahasiswa Polibisnis Purwakarta.

“Akhirnya kami bawa teman-teman ke Gua Bao,” kata Wido.
Minggu (23/12) siang, tim tiba di Gua Lele. Mereka dipecah menjadi beberapa grup. Enam orang berjaga di kamp yang letaknya 20 meter dari gua, ada yang berjaga di luar gua, ada yang berjaga di bawah mulut gua, dan lima orang turun ke dalam gua.

“Jadi total ada delapan orang yang masuk ke gua. Tiga orang berjaga dekat mulut gua, lima orang turun ke bawah,” kata Wido. 

Tim, kata Rido, sudah melakukan persiapan fisik dan perlengkapan. Cuaca juga terpantau cerah. “Makanya kami berani masuk,” tuturnya.

Jam dua siang, setelah berdoa, delapan mahasiswa turun ke dalam gua dengan peralatan caving lengkap. Mereka adalah:
1. Dimas Rizki kurniawan (18) mahasiswa Unsika Karawang asal Cipayung, Jakarta Timur.
2. Nur Ali (20) mahasiswa Unsika karawang asal, Setu Bekasi.
3. Evo rahmat yulistiadi (21) mahasiswa unsika asal Solok, Sumatera Barat.
4. Hipni suhaepi (22) mahasiswa Polibisnis Purwakarta.
5. M. Ihsan nur rahman (21) dari Polibisnis Purwakarta.
6. Erisya Rifania (20) mahasiswi Unsika asal Bogor.
7. Arif Rindu Arrafah (18) mahasiswa Unsikaasal Kabupaten Bogor.
8. Ainan Fatmatuzzaroh (19) mahasiswa Unsika asal Kabupaten Banjarnegara. 

Namun tanpa diduga, cuaca berubah drastis dalam waktu kurang dari satu jam. Setengah jam di dalam gua, langit tiba-tiba gelap. Hujan turun dengan deras.

Baca juga: Terjebak di Goa Lele, Tiga Mahasiswa Unsika Tewas

Begitu hujan turun, kata Wido, tiga orang yang bertugas di mulut gua, sempat memberikan informasi kepada tim yang bertugas di dekat mulut gua. Tiga orang yang berjaga kemudian meneruskan informasi perubahan cuaca kepada lima orang yang sedang eksplorasi di dalam. “Akhirnya tim eksplorasi segera menarik diri untuk kembali,” kata Wido. 

Lima orang itu, ungkap Wido mencoba bergerak dengan cepat. Namun saat kedalaman 30 meter di bawah tanah, air tiba- tiba masuk ke dalam gua. Saat itu, air tiba- tiba muncul dari semua celah dan lubang gua.

“Mereka keburu kena banjir bandang yang muncul dari segala arah,” pungkasnya.(cim/rls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Wujudkan Pelayanan Prima, Lapas Karawang Tidak Cuti Demi Layanan Kunjungan

Faktajabar.co.id – Hari Raya Idul Fitri merupakan salah satu moment ...