Mengurai Jerat Kemiskinan Jawa Barat

Friski Ramadhani, SST
Statistisi Pertama di BPS Kab. Karawang

Friski Ramadhani, SST

BEBERAPA hari ini media dihebohkan dengan angka kemiskinan ekstrem yang menjadi bahasan dalam rapat pleno percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Pada rapat tersebut Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia adalah 4 persen atau sekitar 10,86 juta jiwa. Dalam laporan ini juga disampaikan bahwa jumlah penduduk miskin ekstrem tertinggi terdapat di Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.

BACA JUGA : Sekda Bantah Karawang Kemiskinan Ekstrem…https://www.faktajabar.co.id/2021/10/04/kemiskinan-ekstrem-sekda-itu-salah-ini-penjelasan-lengkapnya/

BACA JUGA : BUPATI AKAN KROSCEK DATA BPS… https://www.faktajabar.co.id/2021/10/02/masuk-lima-besar-di-jabar-tingkat-kemiskinan-ekstrim-ini-kata-bupati-karawang/

BACA JUGA : BUPATI DIMINTA SEGERA …https://www.faktajabar.co.id/2021/10/02/bupati-segera-buat-tim-akselerasi-ekonomi-dalam-pengendalian-kemiskinan/

Lima kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin ekstrem tertinggi di Jawa Barat yakni Kabupaten Karawang, Indramayu, Cianjur, Kuningan dan Bandung.
Kenyataan inilah yang membuat geger para Kepala Daerah bersangkutan sehingga banyak pemberitaan dengan mengutip data kemiskinan mulai simpang siur kebenarannya. Salah satunya bahkan ada yang menyebutkan tingkat kemiskinan level desa yang bersumber dari BPS. Hal ini tentu saja merupakan kesalahpahaman yang harus diluruskan,mengingat BPS memang merupakan lembaga penghasil data kemiskinan, namun data kemiskinan yang dirilis BPS hanyalah sampai level kabupaten/kota.


Data kemiskinan yang dihitung BPS bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun yaitu dalam skala besar pada bulan Maret untuk mendapatkan estimasi indikator kemiskinan sampai level kabupaten/kota dan Susenas September dengan sampel yang lebih kecil yang secara statistik hasilnya hanya bisa memperkirakan tingkat kemiskinan sampai level propinsi.
Tingkat kemiskinan ekstrem yang belakangan ini sedang marak diperbincangkan adalah proporsi penduduk dibawah garis kemiskinan internasional adalah persentase penduduk dengan pendapatan kurang dari 1,90 dollar AS pada PPP (Purchasing Power Parity), sedangkan tingkat kemiskinan yang dipublish secara resmi oleh BPS berdasarkan hasil Susenas sebenarnya adalah tingkat kemiskinan secara umum, yaitu menggunakan standar garis kemiskinan yang dihitung berdasarkan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dan non makanan di Indonesia.

Tingkat kemiskinan secara umum berdasarkan Susenas Maret 2021 adalah 10,14 persen atau 27,54 juta jiwa. Angka ini jauh lebih tinggi daripada tingkat kemiskinan ekstrem. Hal ini menandakan bahwa tugas pengentasan kemiskinan sebenarnya jauh lebih berat.

Kondisi Kemiskinan di Jawa Barat.
Untuk kondisi Maret 2021, garis kemiskinan Jawa Barat berada pada nilai Rp427.402 per kapita per bulan, artinya penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah Rp427.402 dikategorikan miskin. Berdasarkan garis kemiskinan ini maka penduduk yang dikategorikan miskin hasil Susenas Maret di Jawa Barat berjumlah 4,20 juta jiwa atau 8,40 persen.


Secara umum, jika dirunut dari tahun 2015 sampai 2019 tingkat kemiskinan di Jawa Barat menunjukkan tren menurun baik secara jumlah maupun persentase . Pada Maret 2021, secara persentase, penduduk miskin mengalami penurunan dibanding September 2020 yaitu dari 8,43 persen menjadi 8,40 persen, namun secara jumlah terjadi peningkatan. Pada Septeber 2021 jumlah penduduk miskin di Jawa Barat sebanyak 4,19 juta jiwa sedangkan pada Maret 2021 naik menjadi 4,20 juta jiwa. Hal ini dikarenakan pada periode September 2020-Maret 2021 laju pertumbuhan penduduk secara umum lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk miskin.


Tak dapat dipungkiri bahwa jumlah penduduk miskin yang relatif naik sejak tahun 2020 tentu saja merupakan bagian dari imbas pandemi Covid-19 yang berdampak pada perubahan perilaku serta aktivitas ekonomi penduduk. Selain itu, penambahan jumlah penduduk miskin juga disebabkan harga eceran sebagian besar komoditi pokok pada periode September 2020 – Maret 2021 di Jawa Barat juga mengalami kenaikan seperti tepung terigu, daging ayam ras, daging sapi, ikan kembung, telur ayam ras, cabai merah, cabai rawit dan minyak goreng. Hal ini terlihat pula dari angka inflasi Jawa Barat selama periode September 2020 – Maret 2021 sebesar 1,24 persen,
Pada Maret 2021 tingkat kemiskinan di perkotaan lebih kecil dibandingkan di perdesaan. Tingkat kemiskinan perkotaan di Jawa Barat sebesar 7,82 persen sedangkan di perdesaan sebesar 10,46 persen .

Ini dimungkinkan karena akses dan infrastruktur di daerah perdesaan relatif belum memadai. Selain itu, kualitas sumber daya manusia daerah perdesaan relatif lebih rendah dibandingkan perkotaan. Namun jika dilihat trennya dari tahun 2020 sampai kondisi Maret 2021 tingkat kemiskinan di perkotaan kian meningkat, sedangkan di perdesaan masih fluktuatif. Peningkatantingkat kemiskinan di perkotaan ini juga kemungkinan akibat pandemi Covid-19 efeknya lebih menyasar pada daerah perkotaan yang bahkan mengakibatkan banyak penduduk kota kehilangan mata pencaharian.


Sejak tahun 2020 dimana kasus Covid-19 pertama kali mulai terkonfirmasi di Jawa Barat, dampaknya terhadap peningkatan angka kemiskinan sangat signifikan. Namun pada tahun 2021 sejalan dengan tatanan kehidupan era new normal, pemulihan ekonomi di Jawa Barat mulai terlihat. Walaupun jumlah penduduk miskin belum berhasil kembali turun, setidaknya peningkatannya tidak terlalu tajam seperti periode sebelumnya.
BPS berperan menghitung angka kemiskinan bersifat makro. Dari Susenas Maret dapat dilakukan estimasi indikator kemiskinan sampai level kabupaten/kota di Jawa Barat. Data ini dapat dijadikan dasar penetapan wilayah yang menjadi prioritas. Kementrian Sosial bertugas melakukan pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) bersinergi dengan Pemerintah Daerah untuk mendapatkan data mikro penduduk miskin by name by address.

Penanganan kemiskinan memang membutuhkan kesiapan dari berbagai elemen, mulai dari pemerintah, swasta dan masyarakat serta keberadaan data yang akurat sebagai pondasi awal dalam setiap kebijakan yang dicanangkan, karena memang hal terpenting dalam mengurai jerat kemiskinan adalah memastikan bahwa kita tidak mengalami kemiskinan data.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Hore.. Pondok Pesantren dan Pendidikan Agama Islam Dapat Bantuan, Cek Nih Persyaratannya

KARAWANG – Ada 10 jenis bantuan yang akan diberikan dari ...