
Angkutan Umum Perkotaan
Karawang — Maraknya transportasi berbasis online seperti ojek dan taksi daring membuat banyak sopir angkot di Karawang kehilangan penumpang. Pendapatan mereka menurun drastis dibanding beberapa tahun lalu. Meski begitu, sebagian besar tetap memilih bertahan, seperti yang dialami Hendra (55) dan Pak Agus (45), dua supir angkot yang sehari-hari menarik trayek Tanjung Pura–Tuparev.
Hendra sudah lebih dari 30 tahun menjadi sopir angkot. Ia mengingat betul masa-masa ketika angkot masih menjadi pilihan utama masyarakat, terutama para pelajar.
“Dulu pendapatannya dua ratus. Sekarang seratus ribu aja nggak dapet. Pokoknya jauh lah sama dulu,” katanya saat ditemui di sekitar Karangpawitan.
Menurutnya, penurunan penumpang bukan hanya karena ojek online, tapi juga karena anak sekolah sekarang lebih banyak yang membawa motor sendiri. “Dulu anak sekolah banyak yang naik angkot. Sekarang bawa motor sendiri, kadang malah dijemput ojek online,” ujarnya.
Meski ojek online jelas mempengaruhi jumlah penumpang angkot, Pak Hendra tetap memaklumi.
“Ya, yaudah, gimana ya, bareng-bareng aja mungkin. Sama-sama aja lah,” ucapnya.
Meskipun kondisi semakin sulit, ia tetap memilih bertahan sebagai supir angkot karena menurutnya usia ia sudah tak sanggup kerja lain.
“Usia udah segini, kerja udah gak bisa sih. Jalanin aja, sabar aja lah, mudah-mudahan kedepannya rame,” tambahnya.
Agus yang juga narik angkot di jalur sama, mengaku hal serupa. Dulu, saat transportasi online belum ramai, ia bisa dapat Rp150 ribu sampai Rp200 ribu dalam sehari. Sekarang, rata-rata cuma Rp75 ribu, bahkan sering di bawah itu. “Kalau sebelum ada online, sehari bisa dicapai 150-200 ribu, sekarang kan boro-boro” katanya.
Agus mengaku sempat mencoba jadi driver ojek online. Tapi karena keterbatasan kendaraan pribadi, ia akhirnya kembali ke angkot. “Pernah daftar gojek, tapi gak punya kendaraan sendiri, ya susah juga. Akhirnya balik lagi ke angkot.” ujarnya pada Selasa (01/07/2025)
Tarif angkot untuk pelajar saat ini berkisar antara Rp3.000 sampai Rp6.000 tergantung jarak tempuh. Menurut Pak Agus, angka itu sudah menyesuaikan kemampuan pelajar.
Untuk rutenya sendiri, ia biasa menarik penumpang dari Tanjung Pura, lewat Tuparev, lalu kembali lagi ke Tanjung Pura. Rute itu dijalani setiap hari sambil berharap jumlah penumpang bisa kembali seperti dulu.
Meski tekanan ekonomi semakin berat dan persaingan kian ketat, baik Pak Hendra maupun Pak Agus memilih untuk tetap bertahan. Mereka hanya berharap ada perhatian dari pemerintah agar angkot bisa tetap hidup di tengah persaingan dengan transportasi daring. (***)
tim penulis :
Zahra Khairunisa|Ochim|Fakta Jabar