Murah di Aplikasi, Sepi di Pinggir Jalan: Nasib Pedagang di Era Digital

pedagang pasar tradisional

Karawang – Di sebuah kios sederhana di pinggir jalan, Karawang, Lilis (54) duduk menunggu pembeli. Sejak 2019, ia setia menjaga lapaknya yang menjual baju dewasa, kaos kaki, topi, dan gesper. Namun, kesetiaan itu kini diuji oleh zaman yang berubah cepat.

“Sekarang mah sepi, banyak yang beli online,” ucapnya.

Baginya, momen ramai hanya datang saat Lebaran. “Pas Lebaran suka rame, bisa dapet 2 juta, tapi kalau hari biasa begini mah sepi. Sekarang aja belum ada yang beli,”ujarnya, Selasa (01/07/2025).

Lebih dari itu, ancaman nyata juga membayangi. Kios yang ia jaga akan digusur pada 3 Juli 2025.

“Udah nggak boleh jualan di pinggir jalan lagi,” kata Lilis dengan nada pasrah.

Padahal, ia mengaku tak pernah mencoba memasarkan dagangannya secara online.

“Ini juga dagangan punya anak saya, saya mah cuma bantu jualin sama jagain aja,” tambahnya.

Sementara itu, di sisi lain, belanja online justru jadi penyelamat bagi generasi muda seperti Latif (21), seorang mahasiswa yang tinggal di Telukjambe.

“Kalau beli online jelas lebih murah, bisa beda 10-15 ribu sama beli di toko langsung. Itu lumayan banget buat anak kos-kosan kayak saya,” ujarnya Selasa (01/07/2025).

Menurut Latif, belanja online memberinya keleluasaan memilih berbagai model baju, dari kemeja sampai celana panjang, dengan harga yang bersaing dan sering ada promo. Ia biasa berbelanja lewat aplikasi seperti Tokopedia dan Shopee.

Meski begitu, Latif tidak menampik pentingnya toko offline. “Nggak semua orang bisa belanja online. Ada yang nggak ngerti atau kesulitan, jadi toko offline masih perlu,” katanya.

Bagi Latif, keuntungan utama belanja offline adalah bisa langsung melihat dan meraba bahan baju, bahkan mencoba ukurannya. Namun untuk kepraktisan dan harga, belanja online tetap jadi pilihan utama.

Dua potret berbeda ini menunjukkan bagaimana dunia digital telah mengubah kebiasaan belanja, sekaligus menyingkap realitas pahit bagi para pedagang kecil yang masih mengandalkan kios fisik. Ketika pembeli muda menikmati promo dan ragam pilihan online, penjual tradisional seperti Ibu Lilis berjuang di antara sepinya pembeli dan ancaman penggusuran.

Meski teknologi menawarkan kemudahan, harapan sederhana Lilis tak pernah berubah.

“Kalau masih bisa usaha, ya pengennya mah tetep jualan,” pungkas Lilis.(***)

tim penulis :

Sarini Abdillah/Ochim/fakta jabar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Kisah Sopir Angkot Memilih Bertahan Meski Pendapatan Menurun Akibat Maraknya Transportasi Online

Karawang — Maraknya transportasi berbasis online seperti ojek dan taksi ...