Karawang – Di balik aroma hangat dari dapur umum di lokasi pengungsian, ada sosok tak banyak dikenal publik, namun perannya sangat vital bagi para korban bencana. Dia adalah Pak Iwan Restu, relawan Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang telah mengabdi selama lebih dari satu dekade.
Iwan Restu, yang biasa dikenal sebagai Bungsu, menjabat sebagai Sekretaris di Tagana. Ketika ada dapur umum, dia selalu berperan sebagai Juru Masak.
Namun pengabdian Pak Iwan Restu bukan hanya tentang memasak, melainkan juga tentang kemanusiaan yang tak pernah padam.
“Saya sudah 12 tahun jadi relawan Tagana. Pernah sampai ikut penanganan bencana di berbagai daerah, bukan cuma di desa atau kabupaten, tapi juga tingkat nasional,” ujar Iwan dengan nada tenang namun penuh keyakinan, Selasa (8/7/2025).
Pengabdian panjang itu tentu bukan tanpa tantangan. Pak Iwan mengaku telah menghadapi berbagai medan ekstrem, dari lokasi banjir besar hingga lereng gunung yang rawan longsor. Ia bahkan pernah terjebak di lokasi bencana dan tak bisa pulang selama berhari-hari.
Meski penuh risiko, ia tetap menjalani tugasnya dengan tulus. Baginya, kebahagiaan terbesar adalah melihat para korban bisa pulih dan tersenyum kembali.
“Itu jadi kepuasan batin saya. Kalau mereka sudah bisa makan enak, tertawa lagi, saya ikut bahagia,” ungkapnya.
Selain mengelola dapur umum, Pak Iwan dan timnya juga terlibat dalam kegiatan psikososial untuk membantu pemulihan mental para korban, khususnya anak-anak.
“Ada pelatihan khusus buat itu, termasuk pemantapan bagaimana menangani korban bencana, baik secara fisik maupun psikologis,” jelasnya.
Pengalamannya menangani berbagai jenis bencana seperti banjir, gempa, tanah longsor, hingga erupsi, menjadikan Pak Iwan simbol dedikasi tanpa pamrih. Ia menunjukkan bahwa menjadi relawan bukan soal imbalan, tapi panggilan nurani.
Pak Iwan mungkin tak dikenal oleh banyak orang, namun jasanya begitu berarti di saat-saat kritis. Ia adalah bagian dari garda depan yang bergerak cepat saat sirene peringatan bencana berbunyi. Di balik asap dapur dan peluh yang menetes, tersimpan ketulusan yang tak ternilai.
“Yang penting korban bisa tertolong, itu saja cukup buat saya,” pungkasnya singkat, namun penuh makna.(***)
Tim penulis :
Syadhilah SM/Ochim/Fakta Jabar