Karawang — Pemerintah Kabupaten Karawang terus bergerak menanggulangi dampak banjir yang melanda sejumlah desa, termasuk wilayah Karangligar. Melalui Dinas Sosial (Dinsos) dan Tagana, bantuan logistik telah dikirimkan langsung ke lokasi terdampak, sementara dapur umum swadaya dikelola oleh masyarakat dengan pendampingan dari pemerintah daerah.
Ketua Tim Penanggulangan Bencana Dinas Sosial Karawang, Dani (54), menjelaskan bahwa mekanisme penanggulangan dimulai dengan asesmen di titik-titik terdampak. “Kami melakukan asesmen dulu. Dari hasilnya akan diketahui apa saja kebutuhan warga, apakah perlu pengungsian, makanan, atau lainnya,” ujarnya saat ditemui di Kantor Dinsos Karawang.
Hingga saat ini, Dinas Sosial Kabupaten Karawang belum mengoperasikan dapur umum di tingkat kabupaten karena kondisi banjir masih bisa ditangani oleh warga secara mandiri melalui dapur umum swadaya di tingkat desa.
“Sekarang kita belum buka dapur umum di sini (kantor Dinsos). Kita lebih fokus drop logistik ke desa-desa. Mereka yang masak, kita yang bantu bahan-bahannya,” lanjutnya.
Dani menyebut, kegiatan memasak yang dilakukan warga juga memberi dampak positif. “Selain membantu urusan konsumsi, kegiatan ini juga menghibur warga. Saat warga ikut terlibat, mereka juga bisa tahu langsung kebutuhan apa yang masih kurang di lapangan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Tagana Kabupaten Karawang, Novi Siusmadera (44), menjelaskan bahwa meski belum ada dapur umum resmi dari Dinsos, bantuan makanan tetap disediakan melalui dapur umum swadaya. Proses memasaknya dilakukan oleh para relawan gabungan dari mahasiswa UBP, Unsika, BSI, hingga anggota Pramuka.
“Jadi bukan cuma Tagana yang masak. Banyak relawan yang bantu, supaya mereka tahu juga proses memasak di lapangan itu seperti apa. Biasanya kita mulai dari subuh,” ujar Novi.
Menu makanan disiapkan untuk tiga kali makan setiap hari, mulai dari pagi hingga malam. Novi menyebut, sarapan biasanya berupa nasi goreng, telur iris, tempe, dan kerupuk. Siang hari diisi dengan menu tumisan seperti capcay, tahu-tempe orek, dan telur balado. Malamnya, warga biasanya menerima sarden atau menu campuran dari sisa bahan makanan siang hari.
Ia juga menegaskan bahwa makanan kaleng seperti kornet, rendang instan, dan kacang merah juga disiapkan, tetapi bukan menu utama karena kualitas rasanya tidak sebaik masakan langsung.
Bantuan logistik non-konsumsi juga disalurkan ke lapangan. Salah satunya berupa terpal berukuran 4×6 meter yang digunakan sebagai alas tidur atau pelindung darurat.
“Kita kirim sepuluh terpal dan dua dus makanan kaleng. Jumlahnya akan menyesuaikan kebutuhan di lapangan, kita juga mengirim kasur yang berjumlah satu kasur untuk satu rumah,” pungkasnya.(***)
Penulis :
Zahra/Ochim/Fakta Jabar