
Supriadi (49), mantan pelaku usaha elektronik
Karawang – Di balik hantaman pandemi COVID-19 yang sempat melumpuhkan berbagai sektor ekonomi, sebuah kisah inspiratif lahir dari gang kecil di Karawang.
Supriadi (49), mantan pelaku usaha elektronik dengan 30 karyawan, harus merelakan usahanya gulung tikar pada 2019. Namun dari keterpurukan itu, ia justru menemukan cahaya baru, Karasi 19.
“Waktu pandemi, usaha saya benar-benar ambruk. Tapi dari situlah Karasi 19 lahir. Sekarang sudah enam tahun berjalan, dan alhamdulillah kami punya 10 karyawan tetap,” ujarnya penuh semangat saat ditemui.
Karasi 19 bergerak di bidang produksi tas, sofa, kasur, dan aneka produk rumah tangga berbahan kulit sintetis daur ulang bahan jok mobil yang disulap menjadi barang berkualitas tinggi.
Tak hanya sekadar menjual produk, Karasi 19 juga menyuguhkan nilai tambah, ramah lingkungan, tahan air, tahan api, dan anti sobek. Bahkan, seluruh produknya bergaransi satu tahun.
“Desainnya hasil kolaborasi tim. Kami berikan garansi kalau kulitnya pecah atau retak, langsung kami ganti baru,” kata Supriadi sambil memperagakan kekuatan bahan produknya.

Karasi 19 bergerak di bidang produksi tas, sofa, kasur, dan aneka produk rumah tangga berbahan kulit sintetis daur ulang
Menariknya, Karasi 19 tak mengandalkan pasar digital. Hingga kini, strategi penjualan mereka masih menggunakan direct selling blusukan dari kampung ke kampung di seluruh wilayah Karawang.
“Kami punya tiga sales yang setiap hari jemput bola. Dari Pakis Jaya sampai Loji, semua sudah kami jajaki. Hari ini saja, sudah 30 ribu unit terjual,” ujarnya bangga.
Harga produknya pun bervariasi, mulai dari Rp50 ribu untuk tas-tas kecil hingga Rp2 juta untuk kasur berbahan kulit. Bahkan, sistem pembayarannya fleksibel.
“Di kampung-kampung, kalau dijual cash itu susah laku. Jadi kami beri opsi cicilan. Ada yang nyicil Rp1,5 juta, bayarnya tiap 10 hari ke Bu RT, lalu kolektor kami yang jemput,” jelasnya.
Tak hanya fokus pada profit, Karasi 19 juga punya misi sosial yang kuat: menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran di Karawang.
“Motivasi saya sederhana: saya punya keluarga, karyawan saya juga punya keluarga. Kami harus saling jaga,” katanya.
Zarkasih (22), salah satu karyawan paling senior di Karasi 19, mengaku merasa betah bekerja di sana.
“Saya diajak saudara kerja di sini. Sekarang sudah enam tahun. Kami seperti keluarga. Kalau banyak pesanan, kami kerja lembur atau buat stok tambahan. Tapi nggak ada sistem target, suasananya tetap nyaman,” ucapnya.
Kini, Karasi 19 tengah membangun tim IT untuk memperluas pasar lewat digitalisasi.
“Kami sudah ikut pelatihan juga. Mudah-mudahan ke depan bisa punya toko sendiri dan jangkauannya makin luas,” harap Supriadi.(***)
Tim Penulis :
Syadhilah SM/Ochim/Fakta Jabar