
foto Rosman : Pemasangan ban bekas (Appostrap) untuk pencegahan abrasi di wilayah pesisir Utara Karawang
GARIS wilayah pesisir utara atau Pantai Utara Karawang, Jawa Barat, sekitar 76,2 kilometer. Namun, seluas mata memandang di bibir pantai itu daratan semakin menipis. Sebab, abrasi di Kota Pangkal Perjuangan tak bisa di pungkiri.
Masyarakat hanya bisa pasrah akan hal itu. Hanya bisa berkeluh kesah, tapi bingung menyampaikan harus ke siapa. Tiap hari, terjangan ombak yang begitu dahsyat menghantam daratan hingga kini.
Lambat laun, masyarakat setempat mulai cemas. Beberapa rumah dan daratan telah menjadi lautan.Wakil rakyat hanya kunjungan saja dan numpang foto di lokasi abrasi tanpa ada hasil solusi yang jelas.
Yuli Yakub (41), Ketua Rukun Warga Dusun Muara, Desa Ciparagejaya, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Jawa Barat menceritakan, abrasi di tempat kelahirannya. Kata dia, dulunya darat di Ciparagejaya sampai puluhan meter. Karena abrasi, sekarang jadi laut. Kondisinya semakin parah. Ia bisa bertindak semampunya dengan karung yang diisi pasir adalah sebagai upaya pencegahan. Tapi tidak bertahan lama dan akhirnya hancur.
Warga lainnya di Ciparagejaya, Cali (56) mengungkapkan hal sama. Bahkan, Cali hidup sebatang kara. Bekerja sebagai nelayan dengan penghasilan yang tidak menentu. Ia tinggal di rumah berukuran kecil, sampai membangun kamar yang hanya dapat dimasuki untuk satu orang saja. Untuk memasuki kamarnya perlu menaiki dua lemari yang telah dijadikan tangga.
Cali, sebelum tinggal di tempat tinggal saat ini, mempunyai rumah yang jaraknya cukup jauh dari pantai. Namun, rumah tersebut ia jual untuk biaya pengobatan mendiang istri. Kondisi tempat tinggal sekarang sampai mengakibatkan seluruh baju miliknya menjadi basah akibat terkena air laut.
“Iya rumah saya habis kena air laut, belum ada tempat yang disediakan dari pemerintah. Saya tidak takut tinggal disini, anak tidak pernah ke sini. Baju saya basah semua kena air laut, saya tidur di atas hanya pakai alas seadanya aja. Airnya setiap sore datang terus dari awal Agustus. Makan saya utang dulu ke warung, kalau dapat hasil dari laut langsung dibayar,” tambahnya.
Nani (46), juga mengalami dampak dari Abrasi. Ia bahkan sampai mempunyai hutang di bank emok hanya untuk memperbaiki rumah. Ia menyebutkan satu kali perbaikan telah mengeluarkan uang minimal 700 ribu.
“Rumah saya sudah habis air laut. Abrasi ini baru ada lagi dari tahun 2019. Saya kalau punya uang beli bambu, karung, tambang sendiri. Satu kali perbaikan aja bisa sampai 700 ribu, sudah sering memperbaiki rumah tapi sekarang sudah menyerah. Saya sampai ambil ke bank emok hanya untuk memperbaiki rumah, setoran per hari 7.500,” ungkapnya.
Ban Bekas Sepeda Motor Dirakit Efektif Cegah Abrasi (Appostrap)
Menjawab keluhan masyarakat di pesisir utara Karawang, ban bekas sepeda motor yang dirakit efektif sebagai upaya pencegahan abrasi. Bahkan, bisa menciptakan daratan baru.
Dijelaskan, Satrio Firdauzi Rojak, Ketua Kelompok Kerja Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (KKPMP) Desa Ciparagejaya, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Menurutnya, limbah ban bekas atau Appostrap mampu menciptakan daratan baru yang selama ini terkikis oleh gelombang laut.
“Kita pasang ban bekas yang dirangkai simpan di bibir pantai yang abrasi seluas 800 meter. Limbah ban bekas sekitar 1000 dikumpulkan. Ternyata ini efektif dan mampu pencegahan abrasi. Akhirnya Teknologi Appostrap dipatenkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mulai diaplikasikan Pantai Muara Ciparage pada tahun 2022 lalu,” katanya.
Lebih lanjut Satrio menjelaskan, alat tersebut dari ban bekas sepeda motor yang di modifikasi dibentuk segitiga atau segiempat. Lalu dipasang dibibir pantai dirangkai dengan gotong royong bersama warga lainya. Terjangan ombak mampu ditahan hingga menciptakan daratan baru dari pasir laut yang dibawa ombak.
Masih menurut Satrio, alat ini mengalami modifikasi yang signifikan menjadi bentuk segitiga untuk meningkatkan efektivitasnya dalam menangkap sedimentasi.Keberhasilan ini berkat semua pihak. Dari KKPMP, warga Muara, dan PHE ONWJ.
“PHE ONWJ yang selalu support kami. Juga para peneliti Appostrap yang kita lakukan hari ini mampu efektif menahan ombak laut,” katanya.
Penanggung Jawab Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PHE ONWJ, Iman Teguh menambahkan, tanpa bekerjasama dengan semua pihak tidak akan terwujud. Salah satunya Teknologi Appostrap ini. Appostrap juga dianggap sebagai alternatif yang lebih efektif dibandingkan penanaman mangrove.
“Penanaman mangrove di Ciparage sering mengalami kegagalan. Sebab, bibit yang ditanam langsung berhadapan dengan gelombang besar, sehingga tidak sempat berakar kuat sebelum tergerus. Maka itu, kita pasang Appostrap sebagai peredam ombak terlebih dahulu untuk menciptakan daratan. Jika sudah terbentuk daratan baru dilakukan penanaman pohon,” kata dia.
Dengan demikian, bisa bermanfaat untuk masyarakat di Ciparagejaya dan dilakukan seterusnya oleh masyarakat lain dalam menahan abrasi di wilayah pesisir utara Karawang.
“Inovasi Appostrap, Pantai Ciparage tidak hanya mampu menahan laju abrasi, tetapi juga membuka peluang bagi terciptanya ekosistem baru. Inovasi ini menjadi bukti nyata bahwa teknologi yang tepat guna dan bisa bermanfaat untuk masyarakat pesisir Karawang,” pungkasnya.(Rosman Ochim)