Karawang – Sorotan tajam mengarah ke Pemerintah Kabupaten Karawang setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan kekurangan volume pekerjaan senilai Rp2,47 miliar pada 15 proyek jalan dan jembatan di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Karawang.
Direktur Eksekutif Karawang Budgeting Control (KBC), Ricky Mulyana, menilai temuan tersebut bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan indikasi adanya kebocoran sistemik dan praktik mafia proyek yang terstruktur. Ia mendesak Bupati Karawang segera melakukan audit ulang menyeluruh atas proyek-proyek saat ini. Hal tersebut dilakukan kejadian serupa tak terulang.
“Bupati harus memerintahkan audit ulang dan memastikan kontraktor yang terlibat tidak lagi dilibatkan dalam proyek pemerintah. Kekurangan volume miliaran rupiah ini bukan hal kecil, tapi tanda kebocoran sistem yang dibiarkan,” kata Ricky, Jumat (24/10/2025).
Ricky menyebut beberapa proyek yang bermasalah antara lain Peningkatan Jalan Batujaya–Segarjaya dan Jalan Jati–Kotabaru, yang mencatat kekurangan volume terbesar. Ia menilai lemahnya pengawasan dan rendahnya sanksi keterlambatan memperkuat dugaan adanya kompromi dalam proses pengadaan.
Lebih lanjut, Ricky menuding sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Karawang telah disusupi praktik kompromi antara oknum pejabat pengadaan (Barjas) dan kontraktor tertentu. Dari hasil pantauan KBC, ditemukan pola pemenangan berulang oleh perusahaan yang sama hingga lima kali berturut-turut, yang dinilai melanggar prinsip persaingan sehat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1999.
“Ketika penyedia menurunkan harga hingga 20 persen dari pagu, margin mereka hilang. Jalan satu-satunya agar tetap untung adalah mengurangi volume atau menurunkan spesifikasi material. Inilah akar kebocoran proyek,” ujarnya.
Meski Pemkab Karawang kerap meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK, Ricky menilai penghargaan itu tidak mencerminkan kualitas tata kelola anggaran yang sesungguhnya.
“WTP itu kosmetik administrasi kalau di lapangan proyeknya cepat rusak. Uang rakyat seolah terserap wajar, tapi manfaatnya tidak dirasakan rakyat. Kualitas infrastruktur adalah ukuran moralitas pemerintah,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Ricky juga meminta Kejaksaan Negeri Karawang turun tangan menindaklanjuti temuan BPK. Ia menilai, indikasi kerugian negara yang berulang setiap tahun sudah cukup kuat untuk menjadi dasar penyelidikan pidana korupsi.
“Kejaksaan jangan menunggu laporan resmi. BPK sudah menemukan angka dan pola yang jelas. Ketika kebocoran dibiarkan, rakyat Karawang harus membayar dua kali—melalui pajak dan penderitaan akibat jalan yang cepat rusak,” kata Ricky.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Bupati Karawang maupun pihak Kejaksaan Negeri Karawang terkait desakan audit ulang dan penyelidikan tersebut.(rls/fj)
Fakta Jabar Cerdas Mengupas Lugas Mengulas Selalu Menjadi Referensi