Tiga Bahasa Ibu di Karawang Mulai Tergerus: Disparbud Perkuat Pelestarian Lewat Lomba dan Edukasi

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang, Waya Karmila

Karawang – Karawang, daerah yang dikenal sebagai lumbung padi nasional, juga menyimpan kekayaan tak ternilai dalam bentuk bahasa ibu.

Namun, di tengah arus globalisasi dan digitalisasi, ketiga bahasa daerah utama yang hidup di Karawang Sunda, Jawa, dan Betawi mulai menunjukkan gejala keterpinggiran.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Karawang, Waya Karmila, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi tersebut.

Ia menyebut bahwa meskipun bahasa Sunda masih digunakan di kampung-kampung, secara perlahan peran bahasa ibu mulai tergantikan oleh bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, terutama di kalangan generasi muda.

“Di Karawang ini ada tiga bahasa daerah yang hidup berdampingan, yaitu Sunda, Jawa Cirebonan, dan Betawi. Dalam satu kecamatan, seperti di Cilamaya, bisa ada tiga kampung dengan bahasa berbeda. Tapi sekarang, anak-anak kecil sudah mulai jarang mendengar atau menggunakan bahasa daerah,” ujar Waya.

Menurutnya, hilangnya penggunaan bahasa ibu tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga mulai dari rumah.

Ia mencontohkan, cucunya sendiri yang lahir dari keluarga Sunda, justru lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia karena terbiasa menonton tayangan dan berinteraksi dengan teknologi dalam bahasa nasional.

Dalam upaya menjaga eksistensi bahasa daerah, Disparbud Karawang terus menggencarkan program-program pelestarian budaya, salah satunya melalui lomba menulis cerpen dan menyanyi dalam bahasa Sunda.

Program ini bukan sekadar hiburan, tapi sebagai bentuk edukasi dan penanaman identitas sejak dini.

“Kami ingin menumbuhkan rasa bangga terhadap bahasa sendiri. Lomba-lomba berbahasa Sunda ini adalah cara kami merangkul generasi muda agar mereka tidak melupakan jati diri,” jelasnya.

Waya menegaskan, pelestarian bahasa harus dimulai dari rumah, diperkuat oleh sekolah, dan difasilitasi oleh pemerintah.

Ia juga menyoroti pentingnya peran keluarga dalam membiasakan anak-anak menggunakan bahasa ibu dalam percakapan harian.

Walau arus modernisasi kian deras, Waya memastikan bahwa pelajaran bahasa Sunda masih diajarkan di sekolah-sekolah, meski intensitas dan jam pelajarannya berbeda-beda.

Ia menyebutkan bahwa muatan lokal ini merupakan upaya penting untuk menjaga kesinambungan generasi penutur bahasa Sunda.

“Mungkin jam pelajarannya tidak banyak, tapi bahasa Sunda tetap diajarkan. Yang penting, semangat pelestariannya jangan sampai padam,” tambahnya.

Sebagai salah satu daerah industri yang menjadi tujuan urbanisasi, Karawang kini dihuni oleh berbagai suku bangsa. Ini menjadikan Karawang sebagai daerah yang sangat heterogen. Bahasa Sunda dan Jawa masih dominan, tapi warga dari berbagai latar belakang budaya juga turut mewarnai kehidupan sosial, termasuk dari Aceh, Papua, Kalimantan, dan lainnya.

“Keragaman ini adalah kekayaan, tapi juga tantangan. Jangan sampai keberagaman justru membuat bahasa daerah sendiri terlupakan,” ujar Waya.

Waya mengajak seluruh masyarakat Karawang, khususnya para orang tua, untuk kembali membiasakan penggunaan bahasa ibu dalam kehidupan sehari-hari. Ia menekankan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tapi juga identitas dan warisan budaya yang tidak boleh hilang.

“Jangan biasakan anak berbicara hanya dengan bahasa asing atau Indonesia. Kalau bisa, ajarkan bahasa Sunda, terutama kepada orang tua dan keluarga. Jangan malu memakai bahasa sendiri,” pungkasnya.(***)

Tim Penulis :

Tiara Hanandianisa/Ochim/Fakta Jabar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Simak ! Disdikpora Berlakukan Jam 6.30 Masuk Sekolah

Karawang – Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Karawang ...