Karawang — Sebuah revolusi senyap tengah mengalir dalam dunia pendidikan Indonesia. Tak hanya berasal dari pusat kekuasaan atau ruang kelas, tapi tumbuh dari ruang keluarga tempat pertama anak-anak mengenal arti motivasi, nilai, dan semangat juang.
Di tengah perubahan kebijakan nasional dan tantangan pemerataan mutu pendidikan, sinergi antara sekolah, keluarga, dan pemerintah kini terbukti menjadi kunci melahirkan generasi juara.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Atip Latipulhayat, menegaskan arah masa depan pendidikan Indonesia yang lebih inklusif dan merata.
“Insyaallah nanti orientasinya ke depan, semuanya bermutu. Jadi, mau sekolah di mana saja, akan mendapatkan standar dan kualitas yang sama,” ungkapnya optimis.
Pernyataan tersebut menggarisbawahi semangat pemerataan kualitas pendidikan yang tidak lagi berpihak pada sekolah negeri semata.
Pemerintah bahkan tengah merumuskan regulasi teknis sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi yang mengamanatkan pendidikan dasar (SD dan SMP) bebas biaya, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Tak hanya pemerintah, sektor swasta kini diakui sebagai tulang punggung penting pendidikan nasional.
Di Karawang, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora), Wawan Setiawan, mengungkap bahwa 52% siswa tingkat dasar dan menengah justru bersekolah di lembaga swasta.
“Ini menunjukkan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap mutu pendidikan swasta,” ujar Wawan.
Pemerintah pun memberikan dukungan penuh. Wamen Atip menjelaskan bahwa sekolah swasta kini menerima lebih dari 70% komponen pembiayaan dari pemerintah, sebagai bentuk komitmen untuk memperkuat kualitas dan akses pendidikan di luar sekolah negeri.
Domisili dan Akses Sekolah Wamen Atip juga menjelaskan sistem domisili dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) sebagai bentuk fleksibilitas dari sistem zonasi.
“Tujuannya adalah untuk mendekatkan siswa dengan sekolah. Pemerintah daerah memiliki diskresi untuk menyesuaikan agar hambatan geografis tak lagi menjadi alasan,” jelasnya.
Wawan Setiawan menambahkan, pihaknya telah mengajukan penambahan kuota dan rombongan belajar, khususnya di kawasan padat penduduk.
“Kami terus berupaya agar semua anak bisa tertampung di sekolah yang layak dan dekat dengan tempat tinggalnya,” katanya.
Pekan ini, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di Karawang digelar dengan pendekatan yang jauh dari praktik perundungan atau “pelonco”.
Suasana yang ramah, informatif, dan suportif menjadi tema utama. Ini sesuai dengan arahan Kementerian Pendidikan yang menekankan bahwa hari pertama sekolah harus memberi kesan aman dan menyenangkan bagi peserta didik baru.
Di balik kemajuan kebijakan dan angka statistik, kisah Tiara (35 tahun) menjadi cerminan nyata bagaimana peran keluarga menjadi fondasi prestasi anak.
Ia adalah ibu dari Reza Putra Ismail (kelas 4 SD) dan M. Iqbal Putra Ismail (kelas 2 SD), dua bocah yang berhasil meraih medali perak di Kejuaraan Taekwondo Karawang, September 2024.
Tiara mengaku konsistensi dan motivasi adalah kunci utama.
“Anak itu kadang malas latihan, jadi saya kasih reward kecil-kecilan, supaya mereka semangat,” tuturnya.
Ia juga menanamkan visi besar pada anak-anaknya “Ayo semangat, biar nanti bisa jadi menteri atau gubernur,” sambungnya lagi.
Dorongan itu diwujudkan lewat aksi nyata, ia mendaftarkan keduanya ke latihan taekwondo untuk menyalurkan energi dengan cara positif.
“Begitu dimasukin taekwondo, alhamdulillah semangatnya naik,” katanya.
Kisah Tiara menjadi contoh nyata bahwa pendidikan berkualitas tidak melulu soal fasilitas atau kurikulum, tapi tentang kehadiran dan peran aktif orang tua.
“Harapan ibu, semoga anak-anak selalu semangat belajar, di mana pun sekolahnya,” pungkasnya.(***)
Tim Penulis :
Syadhilah SM/Ochim/ Fakta Jabar