Mustasyar NU: Warga Nahdliyin Jadikan Islam Rahmatan Lil Alamin Sebagai Ikon Pergerakan

Wabup Karawang Jimmy Ahmad Zamaksyari

KARAWANG – Masih dalam suasana memperingati hari lahirnya Nahdlatul Ulama (NU) ke-95, yang bertepatan dengan penanggalan Islam, 16 Rajab 1344 Hijriah – 16 Rajab 1439 Hijriah. H. Ahmad Zamakhsyari, S.Ag, selaku Mustasyar PCNU Kabupaten Karawang berpesan, agar warga Nahdliyin Karawang harus tetap menjadikan Islam Rahmatan Lil Alamin sebagai icon pergerakan.

Jimmy sapaan akrab Mustasyar PCNU yang juga menjabat Wakil Bupati Kabupaten Karawang itu menjelaskan, bahwa kehadiran NU dalam membela bangsa dan negara bukan tanpa konsep. Ajaran NU itu bukan berarti membela budaya yang ada di Indonesia, tetapi ajaran NU itu mencoba untuk mengkondisikan dengan warisan budaya yang ada di Indonesia. Sebab, sebelum negara ini ada sudah terlebih dahulu hadir Kerajaan-Kerajaan dengan beraneka ragam budaya dan kebiasaannya. Lahirnya NU yang kemudian mencoba untuk mensinergikan antara ajaran agama dengan warisan budaya yang sudah ada sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Tapi kalo ada Orang Islam yang mencoba untuk mencaci maki Agama Islam dengan hal-hal yang tidak Islami, itu bukan ajaran NU. Sebaliknya juga, kalo ada orang yang mencaci maki ajaran Islam dengan tidak berbasis pada budaya di Indonesia, itu juga bukan ajaran NU,” ujarnya kepada Fakta Jabar, Kamis (5/4).

Jimmy menambahkan, misalnya seperti pro dan kontra puisi Sukmawati Soekarno Putri yang menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat, itu contoh bukan ajaran NU. Karenanya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menekan agar Sukmawati Soekarno Putri untuk wajib meminta maaf dan itu sudah dilakukan. “Bagi NU ketika seseorang sudah meminta maaf, barulah ditunjukan ke islaman kita bahwa Junjungan kita pun, Rasulullah Muhammad SAW. itu selalu memberikan sikap pemaaf,” jelasnya.

Masih Jimmy menambahkan, maka Islam Rahmatan Lil Alamin itu sudah semestinya menjadi icon pergerakan Warga Nahdliyin Karawang. kemudian, Islam yang menghormati akulturasi budaya nusantara dan budaya yang menghormati, menyesuaikan dan mengikuti ajaran Islam, itulah yang sesungguhnya disebut Al-Islamu Shalihun Li Kulli Zaman Wa Makan (Islam itu sesuai dengan waktu dan tempat). “Karenanya Islam itu selalu relevansi dalam setiap waktu dan tempat. Saat zaman kerajaan, Islam itu cocok. Saat zaman orde baru, Islam itu cocok. Waktu orde baru, Islam juga cocok. Sampai akhir zaman pun, Islam itu tidak mengenal kata tidak cocok. Mengapa demikian, karena Al-islamu ya’lu wala yu’la ‘alaih (Islam senantiasa unggul dan ia tidak akan terungguli),” paparnya.

Sambung masih Jimmy menambahkan, oleh karenanya bagi yang pulang belajar di Mekkah, yang pulang belajar di Madinah, yang pulang belajar di Kairo, yang pulang belajar di Ummul Qurro, yang pulang belajar di Hadramaut Yaman, dibawa ilmunya tetapi jangan dibawa kebudayaannya. Karena tidak akan nyambung antara budaya timur tengah dengan budaya di Indonesia. “Di Saudi itu dicocok-cocokeun moal cocok budayana jeung budaya di urang. Karena itu sunnatullah ya, Wa ja’alnakum syu’uban waqaba-ila lita’arafu (Dan Ku-jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku bangsa agar saling mengenal),” pungkasnya. (lil)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

ESQ Kemanusiaan Gandeng Indonesia CARE, Distribusikan Wakaf Qur’an Isyarat Untuk Sahabat Tuli

Faktajabar.co.id – Inovasi dalam pendidikan Al Qur’an terus dikembangkan. Termasuk ...