PERSIDANGAN KE-5 JUDICIAL REVIEW HIMPAUDI KE MAHKAMAH KOSNTITUSI

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, salam sejahtera bagi kita semua, shalom, om swastiastu. Namo buddhaya, salam kebajikan”…..

Salam HIMPAUDI, Salam Cinta Anak Usia Dini

Atas berkah Rahmat ALLAH Yang Maha Kuasa maka perjalanan Nisa Rosadi, S.Pd anggota HIMPAUDI di DKI Jakarta yang melakukan Judicial Review ke Mahakamah Konstitusi dalam rangka perjuangan menghapuskan ketidaksetaraan bagi Guru PAUD Nonformal saat ini akan memasuki babak ke-5 persidangan.

Nisa Rosadi, S.Pd, guru PAUD yang kualifikasi akademiknya S1 PAUD bahkan saat ini sedang S2 PAUD telah bekerja sebagai guru PAUD selama 11 tahun. Meskipun kualifikasi akademiknya telah memenuhi persyaratan sebagai guru PAUD, Nisa Rosadi tidak mendapat pengakuan negara sebagai Guru PAUD sehingga tidak memiliki hak untuk mengikuti program sertifikasi Guru PAUD dan hak pengembangan profesi sebagai Guru PAUD. Hal ini karena ketentuan pada UU Guru dan Dosen, UU No 14 tahun 2005 pada Pasal 1(1) dan Pasal 2(1) yang menyebutkan bahwa yang diakui sebagai GURU PAUD hanyalah Guru pada PAUD Formal saja (Taman Kanak-kanak).

Dukungan dari Seluruh Masyarakat Indonesia sangat dibutuhkan, karena perjuangan ini semata-mata untuk memperbaiki mutu Pendidik Anak Usia Dini itu sendiri yang berada dijalur Non-formal. Sidang ke-4, ahli PAUD Profesor Anita Yus dari Unimed dan Dr. Rudiyanto dari UPI, telah menegaskan bahwa dari berbagai kajian dan melihat Best Practice di negara-negara lain menunjukkan tidak ada PAUD jalur pendidikan Formal dan Non formal. Kebutuhan anak usia dini bersifat universal. Sehingga perbedaan nama layanan dan waktu layanan tidak boleh berdampak kepada mutu PAUD itu sendiri.

Dimanapun anak usia dini tersebut sedang dilayani. Karena itulah tidak boleh ada dikotomi guru PAUD, Formal dan Non Formal. Kompetensi guru PAD harus standar agar tidak terjadi malpraktik Pendidikan yang sulit diperbaiki dimasa yang akan datang.

Apalagi PAUD bertujuan terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kesiapan memasuki Pendidikan lebih lanjut. Seharusnya negara memberikan perhatian dan anggaran yang berimbang antara PAUD dan Pendidikan lanjutannya karena PAUD yang berhasil menjadi pondasi dasar bagi keberhasilan di SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi. Bahkan PAUD
berdampak terhadap tingkat kriminalitas dan tingkatan pendapatan di masa depan.

Mengapa Guru PAUD harus setara?

Mengapa Guru PAUD Non Formal harus mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sama dari pemerintah? Karena anak yang dilayani di PAUD Non Formal juga anak Indonesia yang harus mendapat layanan Pendidikan berkualitas. Sehingga Guru PAUD dimanapun berada harus memenuhi kompetensi standar. PAUD berkualitas pondasi penting pembangunan SDM bangsa. Penelitian Professor James Heckman, ahli ekonomi dari universitas Chicago dan peraih nobel ekonomi menyatakan bahwa investasi satu dolar dalam PAUD berkualitas akan memperoleh imbal hasil investasi sebanyak tiga belas dolar. Prof. Heckman juga mengatakan bahwa, PAUD yang berkualitas meningkatkan kelulusan SLTA perempuan dari 13% menjadi 25%. PAUD berkualitas meningkatkan penghasilan laki-laki dewasa antara $19.000 sampai $24.000. Hal yang senada juga diperoleh pada High/Scope Perry Preschool Study setelah 40 tahun mengamati, mengungkapkan keuntungan bersih yang tidak tersaingi dari program anak usia dini.

Anak-anak yang masuk program pendidikan anak usia dini lebih siap untuk sekolah pada umur 5 tahun; lebih menjanjikan terhadap kerja sekolah pada umur 14 tahun; kemungkinan menunjukkan hasil sekolah yang lebih bagus pada umur 14 Tahun; kemungkinan untuk tamat dari SMA lebih banyak, kemungkinan punya penghasilan lebih dari US$20,000 pada umur 40 tahun; dan kemungkinan tidak banyak yang dipenjara karena kriminal sampai umur 40 tahun. Jumlah yang kembali US$13 dari setiap dolar yang dihabiskan untuk program anak usia dini.

Guru PAUD Non formal tugasnya sama dengan Guru PAUD Formal, mempersiapkan generasi emas Indonesia untuk masa depan. Selain itu sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwa Anak Usia Dini yang bersekolah di PAUD nonformal adalah kebanyakan dari anak-anak dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah. Memberikan hak yang sama pada Guru PAUD Non Formal berimplikasi terhadap mutu yang standar untuk anakanak usia dini yang dididik. Mari dukung Perjuangan menuju kesetaraan ini dari seluruh Rakyat Indonesia, agar Anak usia Dini yang bersekolah di Jalur Non formal diberikan kesempatan yang sama dan diberikan dukungan yang sama oleh pemerintah begitupun dengan Guru-Guru PAUD Non Formalnya. Janganlah ada ketidaksetaraan karena mutu suatu bangsa ditentukan oleh mutu pendidikannya dan pondasinya adalah Pendidikan Anak Usia Dini.

Petisi untuk meminta hak Profesi Guru PAUD Non Formal saat ini telah telah mencapai 100.423. orang. Ini cerminan suara guru dan suara rakyat untuk memohon perhatian dan dukungan negara agara merevisi tafsir pasal-pasal tersebut diatas. Dengan adanya diskriminasi yang disebabkan UU ini berimplikasi terhadap alokasi APBN. Tercatat pada tahun 2018 betapa besarnya gap alokasi APBN untuk Guru PAUD Formal vs Non Formal
(90:10).

Semoga data&fakta membuka mata, menyentuh hati nurani dan menggugah rasa dan pikiran kita semua, bahwa mendidik anak itu dimulai dari sedini mungkin, semakin cepat anak usia dini diasuh dan dibina dalam pendidikan yang baik maka kualitas anak usia dini tersebut akan menjadi anak-anak yang unggul dimasa depan.

Jangan sepelekan Pendidikan untuk anak usia dini, yang notabene ini tidak bisa dipisahkan dari Pendidik atau Gurunya itu sendiri yang menjadi Pendidik bagi anak-anak usia dininya. (rls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Anak Penderita Stunting di Karawang Meninggal Dunia

Karawang – Seorang anak berusia 3 tahun berinisial Y yang ...