Misteri Sumur Tua, Kobak Sumur Desa Ciranggon Karawang

Tempat petilasan Adipati Singaperbangsa/foto Fakta Jabar/7 September 2022

PANTANGAN warga Ciranggon, Kecamatan Majalaya, agar tidak memelihara atau menyembelih kambing. Pantangan tersebut tidak lepas dari keberdaan telaga Kobak Sumur. Sumur tua inilah yang menjadi sumber dari segala cerita yang berkaitan dengan pantangan warga memelihara dan menyembelih kambing. Hingga saat ini tidak ada warga disini yang memelihara kambing.

Disebutkan, larangan memelihara atau menyembelih kambing itu sejatinya juga berpangkal dari satu peristiwa berdarah yang berlangsung di bumi Karawang di masa silam.

“Kejadian itu ada kaitannya dengan cerita berdirinya Karawang ratusan tahun silam, ” Ujar Aji Jannah, pemilik Kitab Kuno Kampung Ranggon, Desa Ciranggon.

Dalam sejarah disebutkan, bahwa pemberontakan Trunajaya berpengaruh besar bagi Karawang. Hal itu dijadikan kesempatan oleh orang-orang Makasar yang membantu pemberontakan Trunajaya untuk melakukan aksi kriminal seperti merampok, merampas harta benda dan bahkan pembunuhan warga yang tidak berdosa. Aksi ini pada akhirnya menimbulkan kesengsaraan rakyat Karawang yang hidup di sekitar Pantai Utara Jawa. Di saat yang sama, penduduk Karawang yang tinggal di sepanjang sungai Citarum, juga tak luput dari gangguan orang-orang Banten yang dendam karena pangeran Puger Agung dipenggal kepalanya oleh Adipati Kertabumi IV, atau Singaperbangsa III, Bupati Karawang pada masa itu.

Makom Adipati Singaperbangsa Karawang/Foto Fakta Jabar/7 September 2022

Sebagaimana yang ditetapkan dalam pelat berupa kuningan yang disebut sebagai Kandang Sapi Gede, yang merupakan bukti surat pengangkatan wadana (bupati) Karawang, bahwa antara Singaperbangsa dan Aria Wirasaba adalah setingkat tetapi dalam pelaksanaan roda pemerintahan, Aria Wirasaba dianggap bawahan Adipati Kertabumi IV alias Singaperbangsa III, sebagai Bupati Karawang. Sementara Aria Wirasaba hanya mempertahankan dan memerintah Waringin Pitu, Parakan Sapi dan Adiarsa.

Kekurang kompakan mereka sebagai tampuk pimpinan dimanfaatkan oleh dua orang pimpinan pasukan tentara Trunajaya yaitu Nata Manggala dan Wangsananga yang diberi tugas memblokir jalan menuju ke Batavia untuk menghalangi Amangkurat meminta bantuan kompeni Belanda. Kekusutan hubungan dua tokoh ini juga dijadikan kesempatan untuk menyerang kediaman Singaperbangsa, yang memang dianggap membantu terjadinya perundingan di Jepara antara Mataram dan Kompeni, hingga mengakibatkan Trunajaya di hukum mati.

Maka pendopo Karawang diserang oleh Nata Manggala dan Wangsanga bersama pasukannya. Singaperbangsa terdesak dan lari ke arah utara. Akan tetapi di daerah Tunggak Jati Tengah, Singa Perbangsa berhasil ditangkap dan dipenggal kepalanya. Sedangkan dalem istri dan keluarga serta Raden Anom Wirasuta, Putra Singa Perbangsa, menyelamatkan diri dengan menyeberangi sungai Citarum. Rombongan eksodus ini dipimpin oleh Dalem Singa Derpa Kerta Kumambang. Rombongan ini terus melarikan diri menuju ke selataan.

Makom Adipati Singaperbangsa Karawang/Foto Fakta Jabar/7 September 2022

Menurut riwayat yang disebarkan secara dari mulut ke mulut, sebelum keduanya tiba di daerah Manggung Jaya, lokasi yang direncanakan untuk memakamakan Singa Perbangsa, Rangga Suriadipati dan Indra Manggala beristirahat di daerah Ciranggon, tepatnya di kawasan irigasi, dekat sebuah sendang. Sendang inilah yang sekarang disebut Kobak Sumur oleh masyarakat setempat.

Disebutkan, karena merasa prihatin melihat potongan kepala Singaperbangsa yang kotor. meski masih dihantui kejaran pasukan Trunajaya, namun keduanya menyempatkan diri untuk membersihkan potongan kepala Singa Perbangsa yang berlumur darah kering itu. Tempat mencucinya di Kobak Sumur tersebut. Konon, akibat perbuatan mereka yang sembrono ini, air sendang yang tadinya jernih, seketika memerah dan berbau anyir. Apa yang terjadi kemudian? Akhirnya, secara tiba-tiba Rangga Suriadipati dan Indra Manggala merasakan suasana di sekitarnya jadi hening laksana di kuburan. Seiring dengan itu, indera keenam mereka juga menangkap adanya sesosok makhluk halus beraura jahat yang hadir di tempat itu. Dengan kesaktian yang mereka miliki, lantas keduanya melakukan kontak gaib dengan makhluk tak diundang tersebut.

Mereka bisa diketahui jika makhluk halus tersebut adalah siluman penunggu kawasan tersebut. Dari hasil dialog gaib bisa disimpulkan bahwa siluman tersebut sangat tertarik dengan kepala dan bau anyir potongan kepala Singaperbangsa. Dengan rasa tanggung jawab besar, mereka akhirnya coba mengusir makluh gaib tersebut. Akan tetapi siluman itu ternyata memiliki kesaktian tinggi, sehingga tak mudah menaklukkannya. Bahkan, sang siluman terus mengganggu pekerjaan Rangga Suriadipati dan Indra Manggala yang akan membawa potongan kepala Singaperbangsa dan menyatukan dengan tubuhnya.
Ketika mereka terdesak dan hampir hilang akal, maka ketika itulah mereka melihat beberapa orang sedang menggiring kambing. Rangga Suriadipati segera tanggap. Dipanggilnya para penggiring kambing itu. Dia pun menceritakan kesulitan yang tengah dihadapannya, dan meminta agar para penggiring kambing itu sudi menyerahkan salah seekor kambingnya untuk dijadikan tumbal pengganti potongan kepala Singaperbangsa.

Terdorong oleh kecintaan mereka, dan demi menyelamatkan potongan kepala Singaperbangsa, salah seorang penggiring kambing itu segera menyerahkan seekor kambing jantan miliknya. Kambing inilah yang kemudian disembelih dan kepalanya dipisah dari badannya. Kepala kambing ini kemudian menjadi pengganti potongan kepala Singaperbangsa. Potongan kepala kambing itu lantas ditancapkan di sekitar sendang Kobak Sumur, menggunakan batang bambu kuning, dengan maksud untuk mengelabui si makhluk halus yang menginginkan potongan kepala Singaperbangsa.

Dengan melakukan ritual sederhana ini akhirnya mereka terlepas dari gangguan siluman. Dengan mata kepala sendiri, mereka menyaksikan wujud sosok siluman itu pergi membawa bangkai kambing tanpa kepala tersebut, sementara kepalanya ditinggalkan menancap dilokasi sendang. Menurut peneropongan batin keduanya, siluman itu tertarik dengan kepala kambing yang masih basah dengan darah. Dan mereka yakin siluman itu akan kembali mengambilnya. Disamping untuk mengelabui siluman, penancapan kepala kambing itu dimaksudkan juga sebagai tanda isyarat bagi pengikut Dalem Singaperbangsa III, bahwa kepala junjungannya telah berhasil diselamatkan.

Makom Adipati Singaperbangsa Karawang/Foto Fakta Jabar/7 September 2022

Urusan dengan siluman penunggu sendang telah selesai. Karena itulah Rangga Suriadipati dan Indra Manggala kemudian segera meneruskan perjalanannya ke manggung.

“Konon dari peristiwa itulah, tercipta kenapa di daerah Ciranggon orang tabu untuk memelihara apalagi menyembelih kambing, termasuk untuk berkurban. Bahkan, bagi para pelaku spiritual, apa yang disebut Kobak Sumur itu sampai detik ini masih diziarahi,” terangnya. (sumber : internet/blog.spot.Ubes)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Sekolah Sahabat Anak Diterapkan, Begini Manfaatnya

Karawang – Program Sekolah Sahabat Anak di Karawang saat ini ...