Cerita Wagino 22 Tahun Jadi Marbot di Masjid Karawang

Sarana Wagino (58), Marbot Masjid Jamie Mambaul Huda, Kecamatan Karawang Barat

KARAWANG – Seorang marbot Masjid bekerja dengan hati ikhlas tanpa memedulikan gaji yang diterima.

Sarana Wagino (58), Marbot Masjid Jamie Mambaul Huda, Kecamatan Karawang Barat telah mengabdikan diri sebagai marbot selama 22 tahun. Ia menyampaikan awal mula menjadi marbot karena ada permintaan dari masyarakat. Ia mengaku tidak mempermasalahkan perihal gaji, pekerjaan ini dijalani dengan ikhlas. Meski telah puluhan tahun bekerja, gaji yang diterima hingga sekarang hanya sebesar 500 ribu setiap bulan.

“Awal mula saya disuruh sama masyarakat di sini tahun 2002, saya senang sekali, gak masalah gaji yang penting ikhlas,” ujarnya.

Selain sebagai marbot, Wagino juga bekerja sebagai penjaga sekolah di SD Karawang Wetan 5. Penghasilan dari pekerjaan itu tidak menentu. Meski penghasilan tidak menentu sebagai penjaga sekolah, namun ia tetap merasa cukup untuk dapat membiayai kehidupan istri dan 5 orang anak.

“Saya penjaga sekolah juga di SD Karawang Wetan 5, tapi penghasilannya gak nentu. Yang jelas matok setiap bulan dapat 500 ribu,” tambahnya.

Wagino berasal dari dari Klaten, Jawa Tengah. Sebelum bekerja di Karawang, dirinya pernah bekerja sebagai tukang bersih-bersih di Pabrik Kapal Terbang milik Bj. Habibie dan di IPTN Bandung. Tidak hanya itu ia juga pernah bekerja di bagian logistik dalam pembangunan gedung film.

“Saya ngelamar di gedung pembuatan film Jawa Barat. Ditugaskan di Tasikmalaya, Cirebon, Cianjur, Subang bahkan Karawang ngebangun gedung film. Model Karawang Teater dulu saya yang buat,” imbuhnya.

Pada tahun 1990 bekerja sebagai kasir di Johar Studio dan berpindah ke Karawang Teater. Pekerjaan itu dijalani selama 10 tahun dengan gaji sebesar 750 ribu. Ia juga pernah menjadi penjual ayam geprek selama 3 tahun.

“Dulu kasir di bioskop 10 tahun, dari Johar Studio ke Karawang Teater. Gajinya waktu itu Rp750 ribu, lumayan seneng aja. Masalah gaji saya gak mikirin, yang penting ada pengalaman buat diceritain ke anak. Pernah jualan ayam geprek di samping mesjid, buka dari jam 5 pagi sampe 11 malem, tapi lama-lama nombok terus. Udah pernah kerja dimana-mana tapi gak berhasil, saya menikmati saja pekerjaan saat ini,” lanjutnya.

Meskipun begitu, ia ikhlas menjalani kehidupannya saat ini menjadi seorang marbut. Sebab menurutnya, marbut bukan sekedar tukang bersih-bersih mesjid, tetapi berperan juga menjadi pengingat jamaat untuk melaksanakan shalat wajib.

“Setiap waktu shalat, saya memanggil jama’ah mengajak shalat. Alhamdulillah ikhlas, dari hati sendiri,” tutupnya.(red/fj)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Dinkes Catat 655 Kasus DBD, 2 Anak Meninggal Dunia

KARAWANG – Dinas Kesehatan Karawang melakukan penyelidikan epidemiologi sebagai salah ...